Semua tentang musik mengapa harus teknis, teknis dan teknis. Musisi, musisi dan musisi. Adakah ruang untuk membahas bagaimana pendengar, penonton konser dan pengunduh berpikir tentang musik? Tentang bagaimana secara manusiawi musik dengan segala budaya dan gaya hidupnya didengarkan? Adakah kajian jalanan yang sangat bajakan seperti mp3 yang mewabah, dihujat namun diunduh di belahan dunia manapun? Tempat ini mungkin inginnya seperti itu... hanya hampir... belum tepat sepenuhnya.

Mari Menikmati Musik

Anda tidak harus seorang musisi dan ini adalah sebuah pertanyaan standar: seberapa jauh anda sudah belajar tentang musik dan macam-macamnya? Seberapa jauh anda sudah mendalami ‘olah rasa’ bermusik itu? Untuk mempermudah mari kita petakan dengan sangat sederhana, apa saja unsur yang terdapat dalam karya musik alias lagu? Yang utama kira-kira adalah detak pembentuk irama, ramuan tata suara instrumen musik dan rangkaian kata-kata atau lirik. Sesederhana itukah? Jangan salah, tiga unsur tersebut bila dipadukan dengan komposisi tepat bisa menjadi kekuatan dahsyat dan membawa ekstase yang saya sendiri belum bisa mengidentifikasi pada bagian tubuh sebelah mana rasa nyaman itu menjalar.

Saking dahsyatnya, banyak perilaku menarik yang berhubungan dengan menikmati musik. Ini contoh dari beberapa kawan. Ada yang membuat playlist di Winamp dengan judul sesuai kegiatan yang akan dijalani hari itu, misalnya On The Go berisi lagu-lagu bersemangat, dst. Ada pula yang selalu menyiapkan backsound suasana hati dalam iPod-nya. Ada pula kawan yang berjudi dengan mood hari itu tergantung lagu apa yang didengarnya saat bangun tidur, ketika lagu pertama yang didengarnya adalah Perfect Day-nya Duran Duran, maka hancurlah harinya. Dan bayangkan bagaimana jika orang patah hati disodori Gloomy Sunday?

Sampai disini kita anggap merasa mengerti apa yang ingin disampaikan musisi melalui sebuah lagunya. Disini menariknya. Interpretasi tidak bisa diseragamkan. Tapi apakah tidak ada rencana dari sang pembuat lagu untuk menggiring pikiran penikmatnya ke arah pesan yang dirancang melalui nuansa dan lirik? Saya pikir iya. Apalagi bagi yang menumpangkan provokasi tertentu melalui mikrofon dalam lagu, walaupun rata-rata dalam area ini sangat eksplisit dan verbal karena targetnya agar mudah dipahami. Lalu bagaimana dengan yang lebih kontemplatif seperti Pink Floyd misalnya, atau bahkan sonata tanpa lirik yang dimainkan sebuah philharmonic orchestra? Apakah jenis-jenis ini hanya dinikmati di telinga saja? Apakah dentum trance deep house dari DJ-deck hanya bisa dinikmati dibawah pengaruh narkotika? Karena efek respon telinga saja bisa membuat jempol kaki bergoyang.

Musik jelas ajaib, bakat kecerdasan, koleksi referensi di perpustakaan otak dan kondisi terakhir toksifikasi syaraf (alias zat aditif apa yang anda tenggak barusan) membawa proses menikmati pada level yang lain pula.Bob Marley tak pernah membuat lagu berjudul No Woman, No Cry hanya sebagai lagu bodoh yang diartikan ‘tidak ada perempuan tak apa-apa’. Bila itu juga yang anda ketahui, anda memang harus lebih keras belajar tentang ‘olah rasa’ bermusik dan tentu saja Bahasa Inggris, hahaha...... Apalagi anda seorang musisi, hahahahaha......

Tidak ada komentar:

suprsynthQuantcast